Thursday, March 27, 2008

Hydroponics (Kolaborasi: ILHAM Samodra & Josh Chen)










Hello Mamak Presiden Z, KoKiers....

Kali ini saya mencoba menanggapi ajakan Mas Ilham S, untuk berkolaborasi tentang sesuatu yang unik. Yaitu tentang HIDROPONIK.

Kata hidroponik berasal dari akar kata HYDRO yang berarti air, dan PONOS yang berarti kurang lebih kerja/tenaga kerja. Banyak orang memakai kata hidroponik untuk menyebutkan metode penanaman apa saja yang tidak menggunakan media tanah. Padahal ada metode penanaman lain dengan media udara, jadi bergantung kosong begitu saja, disebut dengan aeroponik.

Penanaman pertama kali hidroponik ini bisa ditarik mundur tahun 1627 oleh Sir Francis Bacon. Kemudian tahun 1699, John Woodward mempublikasikan percobaan penanaman dengan media air dengan tanaman spearmint. Peneliltian demi penelitian berlangsung terus, berkembang dengan pesat dan pencapaian yang signifikan adalah oleh Profesor William Frederick Gericke dari University of California di tahun 1929. Penanaman tomat dan beberapa tanaman lain di halaman belakang rumahnya. Dengan optimisme cukup tinggi, dia berharap akan dapat dikembangkan dalam skala lebih besar dalam tanaman lainnya, termasuk tanaman pangan bila perlu.

Term hydroponics pertama kali diperkenalkan oleh Gericke di tahun 1937. Gericke meng’klaim bahwa metode baru ini akan dapat membawa revolusi besar di bidang pertanian, sehingga banyak yang ingin tahu lebih jauh. Dalam perkembangannya sekarang ini, hidroponik dikenal juga dengan metode penanaman soil-less cultivation atau soil-less culture.

Ada 2 macam cara penanaman hidroponik ini, yaitu: solution culture dan media culture.

Solution Culture

Solution culture ini murni menggunakan cairan untuk media penanamanya, tanpa menggunakan media padat apapun juga seperti sabut, kerikil atau bebatuan. Solution culture sendiri masih dibagi 3 lagi, yaitu: static solution, continuous solution dan seperti saya sebutkan di atas aeroponics.

Media Culture

Menggunakan media solid seperti sand culture, gravel culture atau rockwood culture. Sementara ada sub lagi untuk masing-masing culture yaitu sub-irrigation dan top irrigation.

Media penanaman yang banyak digunakan misalnya Medium pasir, perlite, zeolit, rockwool, sabut kelapa, adalah beberapa bahan yang digunakan oleh para praktisi di dunia dalam bertanam secara hidroponik.

Sistem hidroponik secara lebih luas dapat dibagi lagi menjadi: NFT (Nutrient Film Technique), Ebb-Flow, Deep Flow Technique, Drip Irrigation, Aeroponics, aquaponics.

Silakan yang berminat dan tertarik untuk mencari lebih jauh panduan atau referensi baik di internet atau buku-buku yang banyak sekali di luar sana. Jika diterangkan satu per satu akan sangat panjang dan membosankan pembaca.

Membicarakan hidroponik tentu tidak lepas dari greenhouse dan drip irrigation, karena memang ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan lagi.

Greenhouse alias rumah kaca, padahal sekarang ini tidak lagi terbuat dari kaca, dan terjemahan dari greenhouse sendiri seharusnya adalah “rumah hijau”. Entah kenapa, saya juga kurang tahu. Fungsi greenhouse sendiri adalah mengondisikan keadaan tertentu untuk tanaman tertentu. Kondisi tsb bisa berarti temperatur, bisa berarti pencahayaan, dan juga kelembaban yang bisa dikontrol semua.

Drip Irrigation sendiri berarti “irigasi tetes” atau pengairan dengan pengaturan tetesan air, tepatnya larutan yang sudah tercampur dengan komposisi tertentu dengan pupuk, bahkan hormon, sekaligus pest control.

Dipercaya dengan integrated hydroponics farming seperti dalam Foto 4, kualitas tanaman misalnya selada air, dapat meningkat, rasa yang lebih enak, segar dan crunchy dibanding dengan media penanaman konvensional tanah. Pengontrolan hama penyakit juga lebih mudah dan sangat dimungkinkan untuk pest-free farming sekaligus organic farming menjawab tantangan masyarakat modern akan kebutuhan healthy diet, dengan sayuran segar bermutu tinggi, bebas bahan kimia (obat-obatan, pesticide, insecticide, dsb), lebih sehat, bahkan dengan pupuk alami bukan dengan pupuk kimia.

Suatu integrated state-of-the-art farming seperti dalam Foto 4, mulai dari konstruksi greenhouse, pengaturan tray, row dan jarak penanaman serta integrated system untuk drip irrigation, yang biasanya sudah computerized semua, akan meningkatkan daya saing hasil panennya. Teknik farming seperti ini sudah mutlak merupakan kebutuhan untuk jaman serba canggih sekarang ini. Keseimbangan dalam makanan, serat dan nutrisi merupakan hal mutlak sekarang ini.

Greenhouse sendiri ada bermacam-macam jenis. Mulai dari rangka bambu, aluminium, sampai dengan alloy metal bahkan titanium untuk memperkokoh konstruksinya. Mulai dari buatan China, Eropa, Amerika dsb, juga tersedia di pasar. Sampai dengan saat ini, teknik dan teknologi integrated greenhouse dan drip irrigation yang paling canggih masih dipegang oleh Israel. Integrated greenhouse yang canggih akan termasuk mulai dari pengontrolan cahaya, kelembaban, kontrol terhadap serangga dan juga angin. Atap yang otomatis motorized dan dikendalikan oleh komputer, screen yang bisa mengatur intensitas cahaya, pencahayaan buatan oleh lampu khusus dengan panjang gelombang tertentu, drip irrigation yang fully computerized, akan termasuk dalam rancangan greenhouse yang canggih.

Di negara 4 musim, integrated greenhouse farming (hydroponics, aeroponics, NFT, dsb) merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan produk pertanian unggul. Bawang bombay, paprika, tomat merupakan produk umum di Eropa yang ditanam di dalam integrated greenhouse.

Bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya sudah banyak sekali greenhouse farming seperti ini. Walaupun tidak banyak terekspos di media. Sampai yang tercanggih juga ada di Indonesia. Biasanya di Indonesia adalah untuk penanaman paprika, tomat, strawberry, selada, dsb. Rasanya sudah saatnya pertanian di Indonesia juga ditingkatkan dengan lebih banyak lagi mengadopsi teknik seperti ini. Teknik integrated farming ini banyak ditemui di daerah Puncak dan sekitarnya, Berastagi dan sekitarnya, serta beberapa tempat sentra pertanian lain di Indonesia.

Berikut ditampilkan hasil jepretan Mas Ilham Samodra dari Malaysia beserta keterangan dan cerita singkatnya.

Salah satu contoh sistem hydroponic skala besar, air bernutrisi dialirkan secara recycle, sehingga nutrisi dapat disuplai kepada tanaman secara kontinyu dan efisien. Tanaman akan menghisap nutrisi sesuai kebutuhan, kelebihan nutrisi dan air mengalir berputar kembali, jadi tidak ada nutrisi yang terbuang sia-sia. Tidak perlu diceritakan secara panjang lebar, foto-foto yang disertakan akan lebih “berbicara” dari seribu kata. Harapan kami dengan menuliskan ini di KoKi ada di antara pembaca dapat mengambil manfaat, sukur-sukur ada yang mampu membuat/meniru atau sekurangnya sebagai pengetahuan dulu.

Foto-foto ini diambil di Cameron Highland, negri Pahang, Malaysia. Salah satu tempat yang berhawa dingin di Malaysia. Kalau di Indonesia seperti Puncak, Cianjur atau Batu, Malang dan Berastagi – Sumatera Utara.

Foto 1: Gravel Culture

Foto 2: Drip Irrigation & Aeroponics: setelah cukup besar, sayuran ditempatkan pada saluran air bernutrisi yang mengalir berputar-putar.

Foto 3: Drip Irrigation: bagian ujung saluran sebaliknya dari gambar 2, tempat air masuk ke saluran air (dua pipa hitam).

Foto 4: Integrated Hydroponics Farming: view kebun sayur hydroponic skala besar.

Gambar 1: Contoh skema integrated drip irrigation

Gambar 2: Salah satu contoh bentuk nozzle drip irrigation

Terima kasih Mamak Presiden, KoKiers.....

God bless Indonesia agriculture! Peace...cheers......

No comments: