Thursday, March 27, 2008

Memahami bahasa serumpun melalui “board”









Pemahaman budaya bangsa lain akan memperbaiki saling pengertian antar bangsa. Di Indonesia ada pusat kebudayaan Jerman, Perancis, India dan lain-lain. Tetapi kenapa ya tidak ada pusat kebudayaan negara tetangga dekat? Akhir-akhir ini banyak terjadi komplain-komplain dari Indonesia tentang klaim-mengklaim hasil budaya bangsa. Seandainya ada pusat budaya Indonesia di Malaysia dan pusat budaya Malaysia di Indonesia, mungkin bisa mencegah hal-hal yang terjadi belakangan ini.

Salah satu hasil budaya manusia adalah bahasa. Bahasa Indonesia (BI) dan Bahasa Malaysia (BM) adalah dua bahasa yang berasal dari bahasa yang sama yaitu bahasa Melayu Riau. Karena peta politik yang berbeda, pada perkembangannya kedua bahasa tersebut menjadi semakin kelihatan perbedaanya. Kalau kita datang ke Malaysia pertama kali kita akan banyak menjumpai kata-kata yang sulit dimengerti. Mungkin karena perbedaan ini, maka Universitas di sini mewajiban pelajar asing, termasuk dari Indonesia mengambil mata kuliah BM tingkat dasar dan diwajibkan lulus. Namun pada kenyataannya, tanpa hadir kuliahpun mahasiswa-mahasiswa Indonesia bisa dipastikan lulus dengan nilai A. Mereka hanya cukup mengingat-ingat beberapa kata yang berbeda. Misal jangan sampai kita membuat kalimat menggunakan kata “sepeda” tetapi diganti dengan “basikal”. Jangan sampai pula menulis “delapan” yang benar adalah “lapan”. Demikian juga hindari menulis “kemarin” melainkan “kelmarin”. Sedangkan kata “kaos kaki” harus diganti dengan kata “setoking”. Bulan “Desember” dalam BI, ditulis “Disember” dalam BM, dan sebagainya. Dapat nilai A tanpa kuliah ini dengan catatan pelajar tersebut sudah tinggal di negri jiran ini beberapa waktu, sudah berinteraksi dengan orang Malaysia. Kalau orang Indonesia datang ke malaysia langsung ikut ujian, meski tingkat dasar, saya rasa susah juga mendapat nilai A. Akan gejeglong dan kesandung dengan perbedaan-perbedaan yang ada.

Sebagai gambaran lagi tentang perbedaan perkembangan bahasa ini, kalau ada judul berita dalam sebuah surat kabar “Sekumpulan mak rempit mengugut seorang pondan”. Apakah para Kokiers paham artinya? Ini quis lho..Coba tebak dulu ya sebelum membaca kuncinya di bagian bawah…!

Beberapa foto “board” ini saya ambil sebagai gambaran betapa peta politik sangat mempengaruhi perkembangan 2 bahasa yang berasal dari bahasa yang sama. Dari situ kita bisa belajar bahasa serumpun ini.

Penunggang, tidak hanya kuda tapi motor (motosikal) pun ditunggangi.

Sedangkan topi keledar dalm BI helem. (foto 1).

Yang ini mudah ditebak maknanya meski berbeda cara dalam penggunaan kata. Pengurusan dalam BM maksudnya menejemen dalam BI. Kebenaran di sini bukan truth (Inggris), tapi bermakna ijin. (foto 2).

Kalau Khidmad di sini maksudnya bukan hikmah yang dalam BI bermakna kurang lebih bijaksana, tapi khidmad ini bermakna pelayanan. Kata ahli mungkin akan dipahami sebagai pakar dalam BI, tapi ini maksudnya anggota (member). (foto 3)

Insuran, dari bunyinya sudah pasti bermakna asuransi. Asuransi nyawa, rasanya kok lebih enak dirasakan kalau asuransi jiwa ya.. (foto 4).

Akademi persolekan, kok terkesan genit ya..? (foto 5).

Nah kalau yang ini saya tidak tahu Bahasa Indonesia-nya. (foto 6).

Demikian sharing dari saya, salam untuk kokiers di seluruh penjuru bumi.

(Kunci quis: mak rempit = geng motor, mengugut = mengancam, pondan = waria.)

Hydroponics (Kolaborasi: ILHAM Samodra & Josh Chen)










Hello Mamak Presiden Z, KoKiers....

Kali ini saya mencoba menanggapi ajakan Mas Ilham S, untuk berkolaborasi tentang sesuatu yang unik. Yaitu tentang HIDROPONIK.

Kata hidroponik berasal dari akar kata HYDRO yang berarti air, dan PONOS yang berarti kurang lebih kerja/tenaga kerja. Banyak orang memakai kata hidroponik untuk menyebutkan metode penanaman apa saja yang tidak menggunakan media tanah. Padahal ada metode penanaman lain dengan media udara, jadi bergantung kosong begitu saja, disebut dengan aeroponik.

Penanaman pertama kali hidroponik ini bisa ditarik mundur tahun 1627 oleh Sir Francis Bacon. Kemudian tahun 1699, John Woodward mempublikasikan percobaan penanaman dengan media air dengan tanaman spearmint. Peneliltian demi penelitian berlangsung terus, berkembang dengan pesat dan pencapaian yang signifikan adalah oleh Profesor William Frederick Gericke dari University of California di tahun 1929. Penanaman tomat dan beberapa tanaman lain di halaman belakang rumahnya. Dengan optimisme cukup tinggi, dia berharap akan dapat dikembangkan dalam skala lebih besar dalam tanaman lainnya, termasuk tanaman pangan bila perlu.

Term hydroponics pertama kali diperkenalkan oleh Gericke di tahun 1937. Gericke meng’klaim bahwa metode baru ini akan dapat membawa revolusi besar di bidang pertanian, sehingga banyak yang ingin tahu lebih jauh. Dalam perkembangannya sekarang ini, hidroponik dikenal juga dengan metode penanaman soil-less cultivation atau soil-less culture.

Ada 2 macam cara penanaman hidroponik ini, yaitu: solution culture dan media culture.

Solution Culture

Solution culture ini murni menggunakan cairan untuk media penanamanya, tanpa menggunakan media padat apapun juga seperti sabut, kerikil atau bebatuan. Solution culture sendiri masih dibagi 3 lagi, yaitu: static solution, continuous solution dan seperti saya sebutkan di atas aeroponics.

Media Culture

Menggunakan media solid seperti sand culture, gravel culture atau rockwood culture. Sementara ada sub lagi untuk masing-masing culture yaitu sub-irrigation dan top irrigation.

Media penanaman yang banyak digunakan misalnya Medium pasir, perlite, zeolit, rockwool, sabut kelapa, adalah beberapa bahan yang digunakan oleh para praktisi di dunia dalam bertanam secara hidroponik.

Sistem hidroponik secara lebih luas dapat dibagi lagi menjadi: NFT (Nutrient Film Technique), Ebb-Flow, Deep Flow Technique, Drip Irrigation, Aeroponics, aquaponics.

Silakan yang berminat dan tertarik untuk mencari lebih jauh panduan atau referensi baik di internet atau buku-buku yang banyak sekali di luar sana. Jika diterangkan satu per satu akan sangat panjang dan membosankan pembaca.

Membicarakan hidroponik tentu tidak lepas dari greenhouse dan drip irrigation, karena memang ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan lagi.

Greenhouse alias rumah kaca, padahal sekarang ini tidak lagi terbuat dari kaca, dan terjemahan dari greenhouse sendiri seharusnya adalah “rumah hijau”. Entah kenapa, saya juga kurang tahu. Fungsi greenhouse sendiri adalah mengondisikan keadaan tertentu untuk tanaman tertentu. Kondisi tsb bisa berarti temperatur, bisa berarti pencahayaan, dan juga kelembaban yang bisa dikontrol semua.

Drip Irrigation sendiri berarti “irigasi tetes” atau pengairan dengan pengaturan tetesan air, tepatnya larutan yang sudah tercampur dengan komposisi tertentu dengan pupuk, bahkan hormon, sekaligus pest control.

Dipercaya dengan integrated hydroponics farming seperti dalam Foto 4, kualitas tanaman misalnya selada air, dapat meningkat, rasa yang lebih enak, segar dan crunchy dibanding dengan media penanaman konvensional tanah. Pengontrolan hama penyakit juga lebih mudah dan sangat dimungkinkan untuk pest-free farming sekaligus organic farming menjawab tantangan masyarakat modern akan kebutuhan healthy diet, dengan sayuran segar bermutu tinggi, bebas bahan kimia (obat-obatan, pesticide, insecticide, dsb), lebih sehat, bahkan dengan pupuk alami bukan dengan pupuk kimia.

Suatu integrated state-of-the-art farming seperti dalam Foto 4, mulai dari konstruksi greenhouse, pengaturan tray, row dan jarak penanaman serta integrated system untuk drip irrigation, yang biasanya sudah computerized semua, akan meningkatkan daya saing hasil panennya. Teknik farming seperti ini sudah mutlak merupakan kebutuhan untuk jaman serba canggih sekarang ini. Keseimbangan dalam makanan, serat dan nutrisi merupakan hal mutlak sekarang ini.

Greenhouse sendiri ada bermacam-macam jenis. Mulai dari rangka bambu, aluminium, sampai dengan alloy metal bahkan titanium untuk memperkokoh konstruksinya. Mulai dari buatan China, Eropa, Amerika dsb, juga tersedia di pasar. Sampai dengan saat ini, teknik dan teknologi integrated greenhouse dan drip irrigation yang paling canggih masih dipegang oleh Israel. Integrated greenhouse yang canggih akan termasuk mulai dari pengontrolan cahaya, kelembaban, kontrol terhadap serangga dan juga angin. Atap yang otomatis motorized dan dikendalikan oleh komputer, screen yang bisa mengatur intensitas cahaya, pencahayaan buatan oleh lampu khusus dengan panjang gelombang tertentu, drip irrigation yang fully computerized, akan termasuk dalam rancangan greenhouse yang canggih.

Di negara 4 musim, integrated greenhouse farming (hydroponics, aeroponics, NFT, dsb) merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan produk pertanian unggul. Bawang bombay, paprika, tomat merupakan produk umum di Eropa yang ditanam di dalam integrated greenhouse.

Bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya sudah banyak sekali greenhouse farming seperti ini. Walaupun tidak banyak terekspos di media. Sampai yang tercanggih juga ada di Indonesia. Biasanya di Indonesia adalah untuk penanaman paprika, tomat, strawberry, selada, dsb. Rasanya sudah saatnya pertanian di Indonesia juga ditingkatkan dengan lebih banyak lagi mengadopsi teknik seperti ini. Teknik integrated farming ini banyak ditemui di daerah Puncak dan sekitarnya, Berastagi dan sekitarnya, serta beberapa tempat sentra pertanian lain di Indonesia.

Berikut ditampilkan hasil jepretan Mas Ilham Samodra dari Malaysia beserta keterangan dan cerita singkatnya.

Salah satu contoh sistem hydroponic skala besar, air bernutrisi dialirkan secara recycle, sehingga nutrisi dapat disuplai kepada tanaman secara kontinyu dan efisien. Tanaman akan menghisap nutrisi sesuai kebutuhan, kelebihan nutrisi dan air mengalir berputar kembali, jadi tidak ada nutrisi yang terbuang sia-sia. Tidak perlu diceritakan secara panjang lebar, foto-foto yang disertakan akan lebih “berbicara” dari seribu kata. Harapan kami dengan menuliskan ini di KoKi ada di antara pembaca dapat mengambil manfaat, sukur-sukur ada yang mampu membuat/meniru atau sekurangnya sebagai pengetahuan dulu.

Foto-foto ini diambil di Cameron Highland, negri Pahang, Malaysia. Salah satu tempat yang berhawa dingin di Malaysia. Kalau di Indonesia seperti Puncak, Cianjur atau Batu, Malang dan Berastagi – Sumatera Utara.

Foto 1: Gravel Culture

Foto 2: Drip Irrigation & Aeroponics: setelah cukup besar, sayuran ditempatkan pada saluran air bernutrisi yang mengalir berputar-putar.

Foto 3: Drip Irrigation: bagian ujung saluran sebaliknya dari gambar 2, tempat air masuk ke saluran air (dua pipa hitam).

Foto 4: Integrated Hydroponics Farming: view kebun sayur hydroponic skala besar.

Gambar 1: Contoh skema integrated drip irrigation

Gambar 2: Salah satu contoh bentuk nozzle drip irrigation

Terima kasih Mamak Presiden, KoKiers.....

God bless Indonesia agriculture! Peace...cheers......

Wednesday, March 19, 2008

“Gresek” di Negeri Sakura


Cerita yang mau saya ceritakan sebenarnya sudah out of date kalau dilihat dari waktu kejadiannya. Tapi bagi saya ini merupakan sepenggal cerita kehidupan yang tak terlupakan. Cerita ini tentang jadi “gresek di negri sakura”. Saya sudah meninggalkan Jepang 3 tahun yang lalu. Tapi saat-saat awal kaki menjejakkan kaki di negri matahari terbit itu rasanya baru saja. Selain terkesan dengan kebersihan dan keindahan Jepang, apalagi waktu datang bulan April di saat sakura mulai berkembang, juga teringat adanya kompetisi “gresek” atau memulung barang buangan. Tahun 2000, di Tokyo masih bisa dijumpai barang-barang elektronik yang dibuang dipinggir jalan, baik karena pemiliknya bosan atau rusak. Di pagi hari dari asrama waktu berangkat ke sekolah bahasa, bisanya saya dan teman2 lirak-lirik ke kanan dan ke kiri siapa tahu ada barang yang masih layak pungut. Di suatu pagi pandangan tertuju pada sebuah vacum cleaner di dekat tempat sampah. Tempat sampahnya nggak bau dan tampak bersih lho..sebab semua sampah kan dalam plastik. Waktu sudah pindah ke Sendai sebelum balik ke Indonesia, saya sempatkan memotrek tempat sampah, untuk bahan cerita betapa bersihnya tempat sampah di Jepang, seperti bisa untuk duduk-duduk ngrumpi dan main catur tuh tempat sampah, macam pos kamling di Indonesia. Kembali kepada cerita memulung tadi, vacum cleaner tadi saya simpan di tempat shalat lantai atas (sekolah bahasa menyediakan tempat sholat untuk pelajar muslim), sorenya dibawa pulang dan lega.. ternyata masih berfungsi dengan baik. Soalnya pernah bertiga nggotong kulkas ternyata sudah nggak bisa dingin. Dan vacum cleaner itu juga yang saya pakai selama 3 tahun di Jepang, sampai berpindah ke Sendai, sekitar 350 KM dari Tokyo ke arah timur laut, dan akhirnya diwariskan kepada kawan waktu saya pulang ke tanah air. Ini salah satu cerita saja.

Kamis pagi stelah shubuh, waktu itu, kesempatan bagus, sebab hari pembuangan barang elektronik. Setelah shubuh berjamaah dengan teman-teman seasrama, kadang-kadang meyempatkan jalan pagi, selain udara segar juga mendapat rejeki seperti tape yang bisa untuk Kaset, CD dan radio, juga TV serta rice cooker yang semuanya masih ok. Tape saya yang saya berikan kepada kawan, ternyata tak lama kemudian sudah dipulangkan ke Indonesia. Suatu kebanggaan bila menemukan barang mahal dan masih berfungsi. Semacam kompetisi tak resmi..Jangan lupa orang-orang dari Cina pesaing berat kita dalam gresek ini..seperti pertandingan badminton aja..Malu campur lucu campur gimana gitu kalau ingat. Suatu hari seorang kawan ada yang berbalik pulang sebelum naik kereta api jurusan Ike Bukuro menuju ke sekolah bahasa, demi menggotong sebuah microwave yang ditemukannya kembali ke kamar, yang kemudian bisa digunakan selama 3 tahun. Namun ada cerita “sedih” atas kebiasaan gresek ini. Ada yang tersalah mengambil TV bekas yang sebenarnya dijual, dikira dibuang sebab diletakkan di luar toko. Yang unik banyak barang di buang tapi masih ada juga yang jual barang bekas.

Pembuangan barang secara gratis kalau nggak salah berakhir tahun 2001. ketika itu saya sudah di Universitas di Sendai, bukan lagi sekolah bahasa. Saat hari terakhir membuang barang secara gratis, sepanjang jalan dari kampus menuju asrama banyak sekali barang-barang yang sebenarnya bisa diambil, tapi saya nggak mau ngambil sebab tak punya tempat menyimpan. Ada juga piano teronggok di tepi jalan tanpa ada yang tertarik, sampi diangkut petugas pengangkut sampah. Suatu hal yang mustahil di Indonesia..Setelah itu tak ditemukan barang berharga lagi di pinggir jalan, sebab kalau mau membuang si empunya barang harus telpon petugas dan membayar sesuai jenis barangnya. Dan yang paling “mendokusai” atau “njelehi” atau repot kalau mau buang kulkas rusak, bayarnya 6000 yen (450 rb rupiah)-nggak tahu berapa sekarang. Padahal kalau di Indonesia pasti bisa diperbaiki dan digunakan. Waktu mau balik Indonesia terpaksa menyediakan dana untuk pembuangan barang-barang. Aneh ya.. tapi inilah warna-warni cerita kehidupan.

Kenapa orang Jepang membuang barang yang masih bisa digunakan, karena katanya mereka tak tega memberikannya kepada orang lain, takut dianggap menghina. Ini kata prof saya yang orang Atlanta yang menikah dengan orang Jepang. Katanya di Amerika nggak ada macam itu. Apa sama sekali nggak ada ya di sana? Ini cerita beberapa tahun lalu, sekarang pemulung-pemulung intelektual ini masih bisa berjalan apa tidak, tidak tahu.

Tuesday, March 18, 2008

Percaya nggak percaya

Baru aja saya ngantar kawan pulang ke hostelnya. Ini tepat jam 12 malam waktu Malaysia. Kawan yang baru saja pulang itu, sebut saja Pak B mempunyai suatu "ketrampilan" tenaga prana yang didapat melalui latihan pernafasan yang katanya bisa mendatangkan energi / magnet atau apa, saya kurang begitu paham.

Tadi dia melatih saya dan satu kawan, sebut saja Pak T. Sebelum berlatih, kami 2 orang muridnya istilahnya dibuka, dengan cara sedikit dipegang dan dipijat bagian belakang badan (geger dan pundak bhs Jw-nya).

Setelah selesai memegang geger dan pundak saya, dia komentar, "sampeyan ada DARAH WULUNG" katanya. Aku tanya, "Apa itu darah wulung". Dia bilang, "ada keturunan lah, bukan keturunan kere he he, mungkin ningrat kampung".

Kami berdua "muridnya" jadi kaget, mengingat kemarin malam, waktu makan malam, saya dan Pak T ngobrol ngalor ngidul, entah bagaimana kok saya jadi cerita panjang lebar kepada Pak T mengenai mbah-mbah saya yang memang Bekel dan Lurah, boleh dikata bangsawan Ndeso. Padahal Pak B sama sekali nggak tahu cerita itu. Saya dan Pak B belum begitu lama saling mengenal. Aneh, kok dia bisa menebak latar belakang keturunan saya.

Yang jadi pertanyaan saya, kenapa hanya dengan memijat sedikit bagian belakang badan dia bisa menebak keturunan seseorang..? Aneh tapi nyata..Mau nggak percaya, tapi ini terjadi di depan mata saya, bahkan pada diri saya.. PERCAYA NGGAK PERCAYA...

Sunday, March 16, 2008

Gara-gara Melamun


Ketiga cerita ini sudah lama terjadi, tapi kalau ingat masih suka geli sendiri. Yang pertama yang melamun adalah kawan saya, bukan kawannya kawan keponakan menantu tetangga saya yang pernah cerita kepada adik sepupu kenalan kolega saya yang kemudian ditulis diblog sahabatnya...(maaf kalau bingung..). Sedang cerita kedua dan ketiga pelakunya adalah saya sendiri.

Melamun 1 (ujian sambil melamun)

Di awal-awal kuliah, para mahasiswa sering mendengar ada ujian dengan sistem tutup buku (close book) dan buka buku (open book). Karena di SMA tidak ada sistem open book. Jadi para mahasiswa segera ingin merasakan bagaimana rasanya ujian boleh sambil buka buku. Kemudian diketahui bahwa ternyata sistem buka buku malah sering lebih susah. Nah, peristiwa ini terjadi pada saat ujian Matematika 1. Waktu itu ujian semester pertama kuliah S1. Sebelum kertas soal dibagikan, semua mahasiswa diminta meletakkan tas dan semua buku di depan, dibawah papan tulis. Tibalah kertas soal dibagikan, semua mahasiswa dengan penuh konsentrasi, tanpa suara asyik mengerjakan soal yg sulit menurut saya. Tiba-tiba, seorang teman saya, maju ke depan dan menyingkirkan tas-tas yg menutupi tasnya, terus membukanya. Dikira mungkin dia mau ambil sesuatu alat tulis, penghapus atau tip-ex atau apalah. Tapi kok mengambil buku (mungkin catatan kuliah matematika) dan dilanjutkan dengan membuka-buka buku yang dipegangnya. Melihat apa yg terjadi,

Pak Dosen menyapa, “Mas, kok buka-buka buku?”.

Dengan wajah polos tanpa dosa dia menjawab, “Ini sistem close book kan pak?”.

Jawab Pak Dosen, “Lha iya… ujian ini sistem close book”.

Tentu semua yg mendengar “shock” dan tertawa . Ha.. ha.. ha.. Rupa-rupanya membaca tulisan “sistem: close book” di bagian atas lembar soal, yang ada dalam pikirannya sistem buka buku... Ini tentu gara-gara melamun.

Melamun 2 (naik motor sambil melamun)

Suatu hari, masih di jaman kuliah S1, saya membuat tugas kelompok di perpustakaan. Tiba-tiba saya menyadari kalau ada buku yang harus diambil di rumah. Karena rumah saya berjarak sekitar 12 km dari kampus, dengan tergesa-gesa dan kemrungsung (hati tak tentram) ngebutlah saya naik motor. Lha kok dijalan ingat perlu mampir ke kos-kosan kawan, mumpung lewat sekalian aja, pikir saya waktu itu. Maka mampirlah saya ke kos-kosan itu, dengan tergesa langsung menuju kamarnya dengan menyenthelkan helm di pagar rumah. Setelah keperluan selesai, segera melanjutkan perjalanan ke rumah dengan tergesa-gesa.

Baru keluar ke jalan besar, terkena lampu merah. Pada saat berhenti di depan lampu lalu–lintas, tiba-tiba ada polisi datang dan dengan tanpa basa-basi mematikan motor saya dan mencabut kuncinya.

Say kaget dan bertanya, “Lho Pak… saya ada salah apa?”

Pak polisi, “Ikut ke pos aja”, jawabnya datar.

Karena judeg (kalut pikiran), saya tanpa sengaja memegang kepala saya… We lha dalah, ternyata helm saya belum nyenthel di kepala, masih tertinggal di pagar kos-kosan kawan. Udah deh.. kena tilang harus berkorban waktu dan uang untuk sidang…Pantesan tadi kok terasa nyaman kepala saya, ternyata dibelai angin pagi… Ini gara-gara melamun.

Melamun 3 (masuk rumah sambil melamun)

Pengalaman memalukan ini terjadi waktu saya tinggal di Jepang. Waktu itu saya tinggal di sebuah Shi Joutaku (perumahan milik pemerintah kota), rumahnya cukup luas dengan harga sewa yang sangat murah. Ada belasan bangunan di komplek itu. Banguanannya 5 lantai, tiap bangunan ada tiga tangga, tiap tangga untuk 10 rumah, 5 di kanan, 5 di kiri tangga. Jadi setiap bangunan terdiri atas 30 rumah.

Pada suatu hari, saya diberi keyboard bekas oleh sensei (profesaor) saya. Katanya bekas anaknya. Lumayan bisa untuk ngak-ngek-ngok anak saya di rumah. Karena barangnya cukup besar, membawa pulangnya saya diantar mobil oleh dua kawan Japanese saya Sanada dan Suzuki san. Sanada san ini senior dan tutor saya untuk urusan administrasi, sedang Suzuki san senior saya juga, dia sengaja menemani ingin tahu tempat tinggal saya.

Sesampai di depan pintu saya, di lantai 4 sebelah kiri, saya tekan bell, untuk memberi isyarat ke istri kalau saya sudah sampai. Tapi saya heran kok di pintu ada tulisan kanji yang bunyinya “Endou”. Saya bilang ke kawan bahwa, ini mungkin nama penghuni sebelumnya, karena saya belum lama pindah. Maka dengan santainya setelah ijin ke saya, Sanada san mencopot tulisan itu. Sedangkan saya berusaha memasukkan kunci ke lubangnya. Tapi kok… kuncinya.susah masuk ..Kami di luar ribut-ribut dan kresak-kresek, serta ketawa-ketiwi khas orang Jepang kalau ngomong banyak ketawanya..

Tiba-tiba dari dalam terdengar suara wanita, “Dareeeee.. (siapa…..)?”

Saat itu saya sadar wah.. ini salah rumah, “machigatta...!!! boku no ie janai...!!!(salah…!!! bukan rumah saya…!!!)” seru saya kepada kawan-kawan saya.

Kawan-kawan saya hanya bilang. “ eeeee..???!!!”

Terus kami bertiga teriak, “Gomennasai… machigatta desu… (maaf… salah [rumah]…)” sambil ngibrit turun tangga. Untung si Nyonya Endou belum sempat melihat wajah kami.

Aduh malunya saya waktu itu, udah ada tulisan nama orang lain, belum nyadar juga kalau salah rumah, malah mau melepas namanya segala. Rupa-rupanya saya salah gedung. Kebablasen ke gedung sebelah. Semua bentuknya sama sih…sampai beberapa waktu kalau ketemu kedua temanku saya masih malu… Ini gara-gara melamun.

Ini saya sertakan photo tempat di mana saya tinggal waktu itu, untuk mendukung cerita ke-3.