Sunday, March 16, 2008

Gara-gara Melamun


Ketiga cerita ini sudah lama terjadi, tapi kalau ingat masih suka geli sendiri. Yang pertama yang melamun adalah kawan saya, bukan kawannya kawan keponakan menantu tetangga saya yang pernah cerita kepada adik sepupu kenalan kolega saya yang kemudian ditulis diblog sahabatnya...(maaf kalau bingung..). Sedang cerita kedua dan ketiga pelakunya adalah saya sendiri.

Melamun 1 (ujian sambil melamun)

Di awal-awal kuliah, para mahasiswa sering mendengar ada ujian dengan sistem tutup buku (close book) dan buka buku (open book). Karena di SMA tidak ada sistem open book. Jadi para mahasiswa segera ingin merasakan bagaimana rasanya ujian boleh sambil buka buku. Kemudian diketahui bahwa ternyata sistem buka buku malah sering lebih susah. Nah, peristiwa ini terjadi pada saat ujian Matematika 1. Waktu itu ujian semester pertama kuliah S1. Sebelum kertas soal dibagikan, semua mahasiswa diminta meletakkan tas dan semua buku di depan, dibawah papan tulis. Tibalah kertas soal dibagikan, semua mahasiswa dengan penuh konsentrasi, tanpa suara asyik mengerjakan soal yg sulit menurut saya. Tiba-tiba, seorang teman saya, maju ke depan dan menyingkirkan tas-tas yg menutupi tasnya, terus membukanya. Dikira mungkin dia mau ambil sesuatu alat tulis, penghapus atau tip-ex atau apalah. Tapi kok mengambil buku (mungkin catatan kuliah matematika) dan dilanjutkan dengan membuka-buka buku yang dipegangnya. Melihat apa yg terjadi,

Pak Dosen menyapa, “Mas, kok buka-buka buku?”.

Dengan wajah polos tanpa dosa dia menjawab, “Ini sistem close book kan pak?”.

Jawab Pak Dosen, “Lha iya… ujian ini sistem close book”.

Tentu semua yg mendengar “shock” dan tertawa . Ha.. ha.. ha.. Rupa-rupanya membaca tulisan “sistem: close book” di bagian atas lembar soal, yang ada dalam pikirannya sistem buka buku... Ini tentu gara-gara melamun.

Melamun 2 (naik motor sambil melamun)

Suatu hari, masih di jaman kuliah S1, saya membuat tugas kelompok di perpustakaan. Tiba-tiba saya menyadari kalau ada buku yang harus diambil di rumah. Karena rumah saya berjarak sekitar 12 km dari kampus, dengan tergesa-gesa dan kemrungsung (hati tak tentram) ngebutlah saya naik motor. Lha kok dijalan ingat perlu mampir ke kos-kosan kawan, mumpung lewat sekalian aja, pikir saya waktu itu. Maka mampirlah saya ke kos-kosan itu, dengan tergesa langsung menuju kamarnya dengan menyenthelkan helm di pagar rumah. Setelah keperluan selesai, segera melanjutkan perjalanan ke rumah dengan tergesa-gesa.

Baru keluar ke jalan besar, terkena lampu merah. Pada saat berhenti di depan lampu lalu–lintas, tiba-tiba ada polisi datang dan dengan tanpa basa-basi mematikan motor saya dan mencabut kuncinya.

Say kaget dan bertanya, “Lho Pak… saya ada salah apa?”

Pak polisi, “Ikut ke pos aja”, jawabnya datar.

Karena judeg (kalut pikiran), saya tanpa sengaja memegang kepala saya… We lha dalah, ternyata helm saya belum nyenthel di kepala, masih tertinggal di pagar kos-kosan kawan. Udah deh.. kena tilang harus berkorban waktu dan uang untuk sidang…Pantesan tadi kok terasa nyaman kepala saya, ternyata dibelai angin pagi… Ini gara-gara melamun.

Melamun 3 (masuk rumah sambil melamun)

Pengalaman memalukan ini terjadi waktu saya tinggal di Jepang. Waktu itu saya tinggal di sebuah Shi Joutaku (perumahan milik pemerintah kota), rumahnya cukup luas dengan harga sewa yang sangat murah. Ada belasan bangunan di komplek itu. Banguanannya 5 lantai, tiap bangunan ada tiga tangga, tiap tangga untuk 10 rumah, 5 di kanan, 5 di kiri tangga. Jadi setiap bangunan terdiri atas 30 rumah.

Pada suatu hari, saya diberi keyboard bekas oleh sensei (profesaor) saya. Katanya bekas anaknya. Lumayan bisa untuk ngak-ngek-ngok anak saya di rumah. Karena barangnya cukup besar, membawa pulangnya saya diantar mobil oleh dua kawan Japanese saya Sanada dan Suzuki san. Sanada san ini senior dan tutor saya untuk urusan administrasi, sedang Suzuki san senior saya juga, dia sengaja menemani ingin tahu tempat tinggal saya.

Sesampai di depan pintu saya, di lantai 4 sebelah kiri, saya tekan bell, untuk memberi isyarat ke istri kalau saya sudah sampai. Tapi saya heran kok di pintu ada tulisan kanji yang bunyinya “Endou”. Saya bilang ke kawan bahwa, ini mungkin nama penghuni sebelumnya, karena saya belum lama pindah. Maka dengan santainya setelah ijin ke saya, Sanada san mencopot tulisan itu. Sedangkan saya berusaha memasukkan kunci ke lubangnya. Tapi kok… kuncinya.susah masuk ..Kami di luar ribut-ribut dan kresak-kresek, serta ketawa-ketiwi khas orang Jepang kalau ngomong banyak ketawanya..

Tiba-tiba dari dalam terdengar suara wanita, “Dareeeee.. (siapa…..)?”

Saat itu saya sadar wah.. ini salah rumah, “machigatta...!!! boku no ie janai...!!!(salah…!!! bukan rumah saya…!!!)” seru saya kepada kawan-kawan saya.

Kawan-kawan saya hanya bilang. “ eeeee..???!!!”

Terus kami bertiga teriak, “Gomennasai… machigatta desu… (maaf… salah [rumah]…)” sambil ngibrit turun tangga. Untung si Nyonya Endou belum sempat melihat wajah kami.

Aduh malunya saya waktu itu, udah ada tulisan nama orang lain, belum nyadar juga kalau salah rumah, malah mau melepas namanya segala. Rupa-rupanya saya salah gedung. Kebablasen ke gedung sebelah. Semua bentuknya sama sih…sampai beberapa waktu kalau ketemu kedua temanku saya masih malu… Ini gara-gara melamun.

Ini saya sertakan photo tempat di mana saya tinggal waktu itu, untuk mendukung cerita ke-3.

1 comment:

regeandra said...

hahaha... cerita2 kaya gini perlu dibagi2 om, juga pengalaman keluarga waktu di jepang, tangerang, dll. biar pada tau, n hati semakin deket gitu lho..